Sejarah
Desain Grafis
sejarah desain grafis dapat
ditelusuri dari jejak peninggalan manusia dalam bentuk lambang-lambang grafis
(sign & simbol) yang berwujud gambar (pictograf) atau tulisan (ideograf). Tulisan/aksara merupakan hasil
konversi gambar, bentuk dan tata aturan komunikasinya lebih kompleks
dibandingkan gambar.
Manusia primitif sudah menggunakan coretan gambar di dinding gua untuk
kegiatan berburu binatang. Contohnya seperti yang ditemukan di dinding gua
Lascaux, Perancis. Lambang/ aksara sebagai alat komunikasi diawali oleh bangsa Punesia (+ 1000
tahun SM), yang saat itu menggunakan bentuk 22 huruf. Kemudian disempurnakan
oleh bangsa Yunani (+ 400 tahun SM) antara lain dengan mengubah 5 huruf menjadi
huruf hidup.
Kejayaan kerajaan Romawi di abad
pertama yang berhasil menaklukkan Yunani, membawa peradaban baru dalam sejarah
Barat dengan diadaptasikannya kesusasteraan, kesenian, agama, serta alfabet
Latin yang dibawa dari Yunani. Pada awalnya bangsa Romawi menetapkan alfabet
dari Yunani tersebut menjadi 21 huruf : A, B, C, D, E, F, G, H, I, K, L, M, N,
O, P, Q, R, S, T, V, dan X, kemudian huruf Y dan Z ditambahkan dalam alfabet
Latin untuk mengakomodasi kata yang berasal dari bahasa Yunani. Tiga huruf
tambahan J, U dan W dimasukkan pada abad pertengahan sehingga jumlah
keseluruhan alfabet Latin menjadi 26.
Ketika perguruan tinggi pertama kali berdiri di Eropa pada awal milenium kedua, buku menjadi sebuah tuntutan kebutuhan yang sangat tinggi. Teknologi cetak belum ditemukan pada masa itu, sehingga sebuah buku harus disalin dengan tangan. Konon untuk penyalinan sebuah buku dapat memakan waktu berbulan-bulan. Guna memenuhi tuntutan kebutuhan penyalinan berbagai buku yang semakin meningkat serta untuk mempercepat kerja para penyalin (scribes), maka lahirlah huruf Blackletter Script, berupa huruf kecil yang dibuat dengan bentuk tipis-tebal dan ramping. Efisiensi dapat terpenuhi lewat bentuk huruf ini karena ketipis-tebalannya dapat mempercepat kerja penulisan.
Era Cetak
Johannes Gutenberg (1398-1468)
Desain grafis berkembang pesat
seiring dengan perkembangan sejarah peradaban manusia saat ditemukan tulisan
dan mesin cetak. Pada tahun 1447, Johannes Gutenberg (1398-1468) menemukan
teknologi mesin cetak yang bisa digerakkan dengan model tekanan menyerupai
disain yang digunakan di Rhineland, Jerman, untuk menghasilkan anggur.
Ini adalah
suatu pengembangan revolusioner yang memungkinkan produksi buku secara massal
dengan biaya rendah, yang menjadi bagian dari ledakan informasi pada masa
kebangkitan kembali Eropa.
Temuan Gutenberg tersebut telah
mendukung perkembangan seni ilustrasi di Jerman terutama untuk hiasan buku.
Pada masa itu juga berkembang corak huruf (tipografi). Ilustrasi pada masa itu
cenderung realis dan tidak banyak icon. Seniman besarnya antara lain Lucas
Cranach dengan karyanya “Where of
Babilon”.
Pada perkembangan berikutnya, Aloys
Senefelder (1771-1834) menemukan teknik cetak Lithografi. Berbeda dengan mesin
cetak Guterberg yang memanfaatkan tehnik cetak tinggi, teknik cetak lithografi
menggunakan tehnik cetak datar yang memanfaatkan prinsip saling tolak antara
air dengan minyak. Nama lithografi tersebut dari master cetak yang menggunakan
media batu litho.
Tehnik ini memungkinkan untuk
melakukan penggambaran secara lebih leluasa dalam bentuk blok-blok serta ukuran
besar, juga memungkinkan dilakukannya pemisahan warna. Sehingga masa ini
mendukung pesatnya perkembangan seni poster. Masa keemasan ini disebut-sebut
sebagai “The Golden Age of The Poster”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar